
Al Qur’an adalah kalam Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. sebagai wahyu, yang mana turunnya secara Mutawattir sesuai dengan
situasi dan kondisi pada masa itu. Al-Qur’an merupakan kitab yang didalam
banyak kandungan ilmu yang perlu kita ketahui, sebagaim umat islam yang
menjadaikan al-Qur’an sebagai pedoman pertama dalam Agama Islam. Salah satu
cara untuk mengetahui dalamnya ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an adalah
dengan Menafsiri al-Qur’an. di dalam menafsirkan al-Qur’an banyak ilmu-ilmu dan
kaedah-kaedah yang harus di ketahui Salah satu kaedah di dalam menafsirkan
al-Qur’an adalah al-Wujuh wa al-Nadzair.
al-Wujuh
wa al-Nadzair adalah salah satu kaidah penafsiran al-Qur’an dengan segi
pendekatan pemaknaan melalui aspek bahasa. Bahasa al-Qur’an mempunyai nilai
sastra yang tinggi sebagai bentuk kemukjizatannya, hal ini tidak dapat
ditemukan selain dalam al-Qur’an, pendekatan bahasa dalam al-Qur’an merupakan
langkah awal dalam menyikapi pemahaman dari al-Qur’an sebelum memakai metode pendekatan
yang lain.
Hal ini penting sekali
dipelajari karena lafadz-lafadz yang sudah dipelajari oleh Ulama klasik ini
mempermudah dalam menafsirkan al-Qur’an pada era sekarang. Sehingga kita
mendapatkan pemahaman yang benar sesuai kondisi objek teks (kalamullah) yang
tertulis dalam bahasa itu sendiri. Selain itu, dalam menafsirkan al-Qur’an
selain memperhatikan teksnya, juga memperhatikan konteksnya. Karena tidak semua
lafadz-lafadz yang ada di dalam al-Qur’an itu menghendaki makna dasarnya
terkadang yang dikehendaki dalam ayat-ayat tersebut adalah makna rasionalnya.
Kata/lafadz (kalimat dalam bahasa Arab) adalah unsur terkecil dalam
al-Qur’an, sehingga mempunyai makna hakikinya dan juga memiliki makna/arti lain
(majaz) sesuai dengan konteks ayat al-Qur’an yang melingkupunya, makna
awal dari lafadz berubah seiring dengan tarkib yang menyertainya (sesuai
lafadz). Namun, begitu juga terdapat lafadz yang tetap dalam berbagai ayat-ayat
yang berbeda-beda terkibnya. Sehingga hal ini harus benar-benar dicermati
keberadaan dari lafadz-lafadz tersebut. Agar tidak terjadi kesalahan dalam
memahami al-Qur’an.
Adapun pengertian al wujuh adalah اللفظ المشترك الذى يستعمل في عدة معان “ Lafadz yang menggunakan makna lebih dari satu” maksudnya adalah suatu lafadz namun
mempunyai makna banyak atau lebih dari satu, hal ini terdapat dalam al-Qur’an
seperti kata هدى. Di dalam al-Qur’an terdapat
beberapa lafadz هدى, namun memiliki makna
yang berbeda. Seperti contoh dalam ayat الئك على هدى من ربهم lafadz هدى
dalam ayat tersebut memiliki arti بيان (penjelasan). Kemudian pada ayat ان الهدى هدى الله lafadz هدى
dalam ayat tersebut memiliki arti الدين
(Agama), dan pada ayat ويزيدالله الذين هتدوا هدى
lafadz هدى dalam ayat tersebut memiliki arti الايمان (Iman). Dan masih banyak lagi lafadz هدى yang memiliki makna yang berbeda. Selain
itu terdapat juga dalam lafadz اسف
makna di dalam al-Qur’an adala الحزن
(sedih), seperti dalam ayat mengenai cerita Nabi Yusuf يااسفا على يوسفو di dalam ayat tersebut lafadz اسف berarti sedih, kecuali dalam ayat فلما ء اسفونا di sini lafadz اسف
berarti Murka.
Sedangkan pengertian al-Nadzair
adalah lafadz-lafadz yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Maksudnya adalah makna bagi satu kata dalam
satu ayat sama dengan makna tersebut pada ayat yang lain, walaupun menggunakan
kata yang berbeda. Seperti contoh انسان
dan بشر yang mana keduanya memiliki arti yang sama
yaitu manusia, demikian juga قلب dan فؤاد yang memilik makna Hati. Jadi jelas
dari beberapa lafadz yang telah di contohkan bahwasannya al-Nadzair itu
adalah suatu lafadz yang berbeda namun memiliki makna yang sama.
Tetapi mengenai al-Nadzair di dalam
al-Qur’an sebagian ulama terdapat perbedaan pendapat, adakalanya yang menafikan,
adakalanya yang tidak. dikarenakan setiap arti dari setiap lafadz yang
terdapat di dalam al-Qur’an memiliki maksud dan penekanan yang berbeda. Seperti
lafadz فؤاد yang memiliki arti hati namun hati yang
dimaksud adalah hati yang dikendalikan oleh diri sendiri, sedangkan قلب memiliki arti hati yang dikendalikan oleh
Allah. Nah dari inilah para Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Bagaimana asal al-Wujuh ini hadir?
Kaidah al-Wujuh ini hadir setelah periode ilmu tafsir berkembang. Bisa
dikatakan al-Wujuh wa al-Nadzair
hadir setelah adanya ulama mufassir. Secara garis besar sumber al-Wujuh wal Nadzair adalah bil ma’tsur dan bil ra’yi. Adapun
sumber al-Wujuh wa al-Nadzair dari al-Ra’yi bisa dikerucutkan
kembali yaitu melalui munasabah antara ayat satu dengan ayat lainnya atau surat
satu dengan surat lainnya, sabab nuzul, dan melalui ijtihad atau pertimbangan
para ulama dari bil ma’tsur.
Dengan begitu al-Wujuh wal Nadzair adalah
salah satu kaidah yang harus dikuasai oleh calon mufassir atau orang yang akan
meafsirkan al-Qur’an.
29 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar